![]() |
Dunia Pendidikan dan Dunia Usaha dalam Perspektif Prof. Dr. Cecep Sumarna |
Berikut ini adalah hasil wawancara wartawan Lyceum Indonesia berkaitan dengan spektrum pendidikan dan dunia usaha dalam pandangan Prof. Dr. H. Cecep Sumarna.
Apa Masalah pendidikan yang paling serius di Indonesia?
Banyak pakar pendidikan berpendapat bahwa pendidikan di Indonesia itu gagal mencerdaskan output. Ukurannya apa, saya, tidak tahu. Padahal, secara faktual, dalam konteks pencerdasan output, pendidikan di Indonesia sebenarnya justru banyak yang berhasil. Kalau boleh disebut sebagai kegagalan, sebagaimana dapat dibaca dalam disertasi saya yang disusun tahun 2007, kegagalan itu, terletak pada dimensi substantif, yakni pada sesuatu yang esensial, yang kajiannya lebih pada dimensi Psikologi atau kejiwaan peserta didik. Salah satu kegagalan itu, menurut saya adalah terletak pada transformasi motif spiritual yang memblok kebutuhan biologis manusia.
Apa Makna dari Kata Motif Spiritual itu?
Ya motivasi yang seharusnya menyadarkan seluruh peserta didik, bahwa mengapa manusia harus dididik. Menurut saya, mengapa manusia harus dididik? Tujuan sesungguhnya hanya diperlukan untuk membantu manusia membaca qudrah, iradah dan masyi’ah Tuhan untuk masing-masing orang. Bukan yang lainnya.
Apa Bentuk Kongkretnya?
Bentuk kongkretnya adalah menyadarkan seluruh mereka yang dididik atau telah terdidik itu untuk sadar bahwa segala tujuan yang hendak dicapai manusia itu, harus dalam kerangka menuju Tuhan. Prinsip dasarnya adalah bekerja tuntas yang mengasumsikan bahwa dalam setiap pekerjaan yang dilakukan harus mampu dikonstruk seolah-olah kita melihat Allah. Jika tidak, maka, pendidikan harus mampu membuat dirinya sadar bahwa dalam setiap aktivitas itu, kita yakin bahwa Allah akan selalu melihat kita. Jika proses ini berhasil, maka, pendidikan harus dipandang berhasil. Itulah makna substantif mengapa UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, menyebut bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Apa Resiko yang Muncul dengan Nalar UU Sisdiknas tadi
Resiko terpenting atas nalar UU Sisdiknas tadi, tentu yang utama adalah kepada dunia pendidikan. Kalau mereka gagal membentuk manusia yang beriman dan bertakwa, maka, konsekwensinya, pendidikan itu dapat di PTUN-kan karena ia berarti gagal mencapai tujuan pendidikan nasional. Untuk pencerdasan output, dunia pendidikan sebenarnya tidak memiliki resiko sebagaimana resiko dalam soal pembentukan karakter peserta didik yang beriman dan bertakwa tadi.
Ada hal mendasar lain dari kegagalan pendidikan di Indonesia
Setelah beberapa tahun berjalan, saya menemukan persoalan lain yang lebih serius. Yakni, pendidikan di Indonesia, gagal dalam pembentukan watak peserta didik yang kreatif. Inilah yang paling serius
Maksud kreatif di situ apa?
Kreativitas itu adalah satu watak dasar peserta didik yang mengadagiumkan diri, bahwa, ketika mereka terdidik dengan baik, seharus mampu menjadi trend setter kehidupan. Bukan menjadi follower apalagi menjadi employee yang dalam kasus-kasus tertentu, menjadi beban baru.
Apa yang dimaksud Follower dan Employee itu
Kaum terdidik hanya menjadi pengikut dan menjadi pekerja. Menurut saya ini problem. Saya secara pribadi tidak bangga ketika misalnya ada satu sekolah atau bahkan pendidikan tinggi yang mengumumkan bahwa lulusan mereka berhasil terserap ke lapangan pekerjaan, ke institusi tertentu atau ke lembaga suasta tertentu. Menurut saya, ke depan, sepak terjang seperti ini tidak akan lagi menjadi daya minta baru untuk promosi suatu sekolah atau pendidikan.
Jadi seharusnya bagaimana
Ya seharusnya sekolah mampu melahirkaan peserta didik yang memiliki kreativitas lebih. Misalnya, seberapa banyak suatu lembaga pendidikan mampu atau berhasil melahirkan wirausahawan baru, seberapa banyak yang mampu dihasilkan sebagai penyedia tenaga kerja kreatif dan usaha-usaha lain yang sipatnya added values bagi masyarakat banyak. Ini seharusnya … Sebab kalau bicaranya lapangan pekerjaan dan relevansinya dengan dunia pendidikan, lembaga-lembaga kursus atau pelatihan-pelatihan tertentu yang dilakukan lembaga-lembaga tadi, sesungguhnya banyak yang lebih up to date bahkan dibandingkan dengan kegiatan pendidikan pelatihan di lembaga-lembaga pendidikan
Berarti kalau begitu, harus menjadi entrepreneur semua?
Bukan begitu konsepnya. Tetapi, dunia pendidikan mampu mendorong peserta didik menuju arah baru yang lebih mandiri. Kemandirian ini, bukan hanya dapat menyelematkan dirinya, tetapi, juga menyelamatkan manusia secara banyak. Inilah yang disebut dengan advantage. Mengapa demikian? Karena untuk menjadi entrepreneur, bukan hanya butuh dididik dan dilatih, tetapi, juga butuh dihabituasi dan mendorong talenta berdasarkan potensi dasar yang dimilikinya.
Apa Konsep ini ada hubungannya dengan dunia usaha yang anda lakukan hari ini?
Relevansi pasti ada, meski bukan berarti saya membuka usaha setelah saya menemukan teori ini. Mengapa demikian? Sebab saya sudah dilatih menjadi wirausahawan sejak kecil. Sejak saya masih kelas IV SD dengan menenteng bolu kukus ke sekolah yang dipimpin bapak saya sendiri. Waktu di SLTP dan di SLTA juga sama. Bahkan proses habituasi ini tetap dilakukan sampai saya menjadi mahasiswa S1-S2 dan S3 dengan volume dan jenis usaha yang berbeda satu sama lainnya.
Apa hasil yang didapat saat anda usaha waktu remaja?
Saat saya masih kecil, saya dapat jajan bebas dari usaha itu. Saat saya kuliah, itulah modal hidup saya kuliah, meski waktu S2 dan S3 saya mendapat beasiswa. Khusus waktu saya kuliah S2 dan S3, inilah rumah yang kami huni hari ini. Itulah hasilnya.
Apa yang anda jual saat kuliah S2 dan S3?
Saat saya kuliah di S2 dan S3, saya jualan pakaian berupa jaket dan jenis-jenis lainnya. Kegiatan diteruskan bersama istri dengan membuka konveksi dan gallery. Kemudian, saya membukan finishing mebeuler. Jualan kulit kambing dan sapi. Setelah itu, saya bersama keluarga kecil saya, membuka usaha baru dalam bidang pembibitan kambing dan domba, kerbau dan pohon-pohon. Sempat juga bisnis dalam bidang perikanan, meskipun dalam yang terakhir ini, semuanya gagal.
Setelah itu, usaha apa lagi?
Setelah perjalanan itu, lalu, keluarga kami membuka usaha dalam bentuk property dan Sapronax. Lumayan. Hari ini, kami dapat memiliki 5 kawasan mulai dari Cirebon, Kuningan dan Tasikmalaya. Hari ini sudah ditetapkan namanya Quanta 1,2,3 dan 4 tentu selain Cempaka Wangi Regency. Sementara itu, dalam bisnis sapronax kami membuka di majalengka, Cirebon, Kuningan dan terakhir di Tasikmalaya.
Apa anda tidak rumit Menjalani dua dunia yang ekstrem berbeda?
Salah kalau anda menyebut dunia pendidikan dan dunia usaha berbeda. Inilah justru yang saya maksud dengan pendidikan entrepreneur yang Habit. Makanya, dua tahun lalu saya mendirikan sekolah dengan biaya pembangunan cukup lumayan mahal, tujuannya ingin menjadikan sekolah sebagai laboratorium dunia usaha. Makanya sekolah itu diberi nama Nusintama Lab School. Hasilnya, tentu belum dapat dilihat. Pendidikan akan memiliki efek domino pada kisaran minimal 25 tahun yang akan. Inilah saya ingin dikenang melalui dunia pendidikan ini, sebagai lembaga pendidikan kewirausahaan.
Sumber: Lyceum Indonesia
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon